PENDIDIKAN NONFORMAL DI NUSA TENGGARA TIMUR
oleh :
Abdul Hamid
Provinsi Nusa Tenggara Timur yang terdiri dari kepulauan dengan penduduk tersebar dengan distribusi pendapatan yang belum merata dan struktur sosial masyarakat yang masih didominasi kelas bawah yang miskin, tentu tidak mungkin bagi Pemerintah untuk memberikan pelayanan pendidikan kepada semua warga negaranya melalui pendidikan formal. Oleh karena itu, pendidikan nonformal bagi Provinsi Nusa Tenggara Timur menjadi sangat penting, terutama bagi mereka yang miskin yang tinggal di daerah perbatasan, pulau terpencil, di daerah pegunungan yang relatif terisolasi, atau daerah lain yang masih terisolasi karena belum terbangunnya infrastruktur perhubungan dan sarana publik secara memadai dan/atau masyarakat yang memerlukan pelayanan pendidikan secara khusus. Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Nusa Tenggara Timur yang diharapkan berdampak besar pada peningkatan dan pemerataan akses pendidikan, peningkatan mutu, dan daya saing pendidikan, serta penguatan tata kelola, akuntabilitas, dan citra publik pendidikan. Teroboson yang selama ini dilaksanakan akan tetap diteruskan menjadi kebijakan strategis pembangunan pendidikan nonformal pada masa mendatang. Program pendidikan nonformal dan informal telah berhasil dikembangkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan cukup baik melalui program :
1. PAUD Nonformal
Program PAUD nonformal dan informal diarahkan untuk memberikan layanan pengembangan anak usia 0-6 tahun secara intensif dengan mengoptimalkan peran orang tua dan pemberdayaan peran serta masyarakat melalui program taman penitipan anak, kelompok bermain, dan satuan PAUD sejenis. Penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan PAUD bermutu yang merata antar provinsi, kabupaten, dan kota yang meliputi pemenuhan guru bermutu; penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan PAUD nonformal bermutu; pelaksanaan diklat bidang PAUD bermutu; dan penyediaan tenaga kependidikan bermutu yang merata antar kabupaten dan kota, keluasan dan kemerataan akses PAUD nonformal bermutu dan ketersediaan model pembelajaran, data dan informasi berbasis riset, dan standar mutu PAUD, serta keterlaksanaan akreditasi PAUD.
2. Pendidikan Keaksaraan
Untuk program pendidikan keaksaraan baik keaksaraan dasar yang merupakan program pemberantasan buta aksara maupun keaksaraan usaha mandiri atau menu keaksaraan lainnya yang merupakan program pemeliharaan dan peningkatan kemampuan keaksaraan. Hal ini dilakukan karena terdapat kecenderungan para kasarawan baru atau penduduk dewasa keberaksaraan rendah lainnya tidak dipergunakan secara fungsional dan berkelanjutan.
3. Pendidikan Kesetaraan
Pendidikan kesetaraan dilayani melalui program pembelajaran langsung di pusat-pusat kegiatan belajar masyarakat di setiap kecamatan, sanggar kegiatan belajar di tiap kabupaten dan kota, sekolah-sekolah minggu, dan diklat-diklat serta unit pelaksana teknis beberapa dinas/LSM, pembelajaran untuk masyarakat, program layanan jemput bola, pembentukan lumbung belajar, dan pendidikan kesetaraan online atau sering disebut sekolah maya. Penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan pendidikan dasar dan menengah bermutu yang merata antar kabupaten, dan kota yang meliputi penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan Paket A, Paket B, dan Paket C bermutu serta penyediaan diklat tenaga kependidikan yang merata antar kabupaten, dan kota. Penyediaan model kurikulum dan pembelajaran, data dan informasi berbasis riset, dan standar mutu pendidikan kesetaraan, serta keterlaksanaan akreditasi pendidikan kesetaraan Paket A, Paket B, dan Paket C.
4. Pendidikan Kecakapan Hidup
Pendidikan kecakapan hidup didesain untuk warga negara usia sekolah yang putus sekolah atau tidak melanjutkan sekolah dan bagi warga usia dewasa tidak lagi sekolah yang memerlukan pemberdayaan sosial dan ekonomi.
5. Taman Bacaan Masyarakat (TBM)
Peningkatan budaya baca dilakukan melalui penyediaan bahan bacaan dan sumber informasi lain yang dapat dicapai banyak lapisan masyarakat secara mudah dan murah. Program ini diprioritaskan untuk penduduk miskin, buta aksara, pengangguran, warga tidak terampil, putus sekolah dan tidak melanjutkan sekolah, serta penduduk kurang beruntung lainnya. Langkah terobosan dalam program peningkatan budaya baca antara lain melalui pengadaan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), Taman Bacaan Masyarakat (TBM) dan layanan khusus (TBM mobile) serta pengadaan mobil pintar dalam memberikan layanan di daerah perdesaan yang jauh dari TBM dan perpustakaan.
6. Pengarusutamaan Gender
Program pengarusutamaan gender (PUG) bidang pendidikan telah menghasilkan pencapaian yang signifikan. PUG bidang pendidikan pun telah menunjukkan keberhasilan dalam penurunan disparitas gender penduduk buta aksara. PUG bidang pendidikan disinergikan dengan pengembangan satuan pendidikan berwawasan gender, pengembangan keluarga berwawasan gender, peningkatan kapasitas pemangku pendidikan untuk merencanakan, mengelola, dan melakukan pengawasan anggaran berwawasan gender serta pengembangan bahan ajar, data dan sistem informasi, serta pelatihan yang responsif gender. Untuk meningkatkan penjaminan kualitas pelaksanaan keseluruhan program pendidikan nonformal telah dikembangkan model-model pendidikan nonformal yang diharapkan dapat dijadikan pegangan pendidik dan tenaga kependidikan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan nonformal yang akan datang. Di ucapkan terima kasih dan penghargaan kepada UPT Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal atas kontribusi dan perannya dalam pengembangan dan ujicoba model pendidikan nonformal ini, dan berharap model ini dapat bermanfaat dan dilaksanakan sebaik-baiknya untuk meningkatkan ketercapaian program pendidikan nonformal di Nusa Tenggara Timur.
Baca Selengkapnya...>>
STRATEGI PEMBELAJARAN KEAKSARAAN
oleh : Abdul Hamid
Model pembelajaran keaksaraan perlu dipertimbangkan dan diperhatikan oleh tutor dalam memproses pembelajaran dengan pendekatan pengalaman berbahasa, termasuk dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran keaksaraan fungsional. Pembelajaran keaksaraan yang berkaitan dengan pengalaman berbahasa adalah Model pembelajaran keaksaraan melalui pengalaman berbahasa. Program ini secara khusus ditujukan bagi pengembangan pendidikan masyarakat buta aksara atau yang telah mengikuti keaksaraan dasar dengan memanfaatkan pengalaman berbahasa dalam sehari-hari sebagai sumber belajar yang fungsional dalam pembelajaran membaca, menulis, dan berhitung (calistung).
Program pembelajaran keaksaraan melalui pengalaman berbahasa ini menggunakan tingkatan kelas sebagai berikut :
Tingkat 1, Kelas untuk peserta didik pemula yang hanya mampu berbicara (atau sebagian besar) dalam bahasa sehari-hari.
Tingkat 2, Kelas untuk peserta didik yang ingin lancar menulis dan membaca serta ingin memahami dan mampu berbicara dalam bahasa mayoritas (bahasa nasional/bahasa Indonesia).
Tingkat 3, Kelas untuk peserta didik yang sudah siap mentransfer keaksaraan dalam pengalaman berbahasa.
Tingkat 4, Kelas untuk peserta didik yang dapat melanjutkan pembelajarannya baik dalam kemampuan berbahasa maupun dalam bahasa kewirausahaan.
Dalam proses belajar mengajar tutor menggunakan strategi belajar, membaca, menulis, berhitung, diskusi, dan aksi (calistungdasi). Penggunaannya fleksibel sesuai situasi dan kondisi peserta didik materi yang disampaikan tutor. Bahkan, terkadang menggunakan kemampuan berbahasa atau diskusi. Artinya, semua bahan belajar tersebut sedapat mungkin diambil dari pengembangan tradisi lokal. Berikut ini dijelaskan strategi pembelajaran membaca, menulis dan berhitung sebagai brikut :
1. Pembelajaran MEMBACA
a. Peserta didik telah mengenal dan mampu mengucapkan beberapa kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan kemampuan dalam berkomunikasi. Misalnya :
• Nama sendiri, anak-anaknya, anggota keluarga dan lainnya.
• Alamat/tempat tinggal di kelurahan/desa/kampung, kecamatan, kabupaten, dan sebagainya.
• Nama-nama anggota/bagian tubuh dirinya atau nama-nama benda yang ada di sekitarnya.
b. Kemampuan mengucapkan dan menghafal kata-kata, tidak selalu seiring dengan kemampuan membacanya.
c. Kemampuan membaca perlu dikaitkan dengan keterampilan usaha yang dibutuhkan peserta didik, misalnya membaca resep makanan kemudian diikuti dengan membuat makanan.
d. Penggunaan sarana belajar, baik dalam bentuk buku, booklet, poster maupun lainnya harus sesuai dengan tingkat kemampuan membaca peserta didik.
e. Penggunaan media belajar berbentuk booklet, leaflet, koran/majalah dinding, bulletin dan lain-lain bertujuan memperkuat, mempertahan-kan dan mengembangkan kemampuan membaca peserta didik.
f. Pembelajaran keterampilan menyusun kalimat perlu menggunakan kata-kata yang sudah dikuasai peserta didik.
g. Pembelajaran membaca dimulai dengan kata-kata yang berstruktur konsonan-vokal-konsonan-vokal bagi peserta didik keaksaran dasar. Contoh:
• Konsonan-Vokal-Konsonan-Vokal
• Terdiri dari maksimal 4 huruf atau 2 suku kata.
• Nama benda yang melekat atau dekat dengan pribadi dan kehidupan sehari-hari peserta didik atau yang berkaitan dengan keterampilan yang ditekuni peserta didik.
h. Pembelajaran membaca mengikuti rangkaian kerja berurutan sebagai berikut :
a. Pengenalan bunyi dan bentuk kata atau kalimat.
b. Pengenalan posisi kata dalam suatu kalimat.
c. Pengenalan suku kata dari suatu kata.
d. Pengenalan huruf dari suku kata atau rangkaian terbalik dari urutan tersebut di atas.
Strategi pembelajaran membaca menurut Montessori dalam Kusnadi dkk (2005; 177) adalah bahasa yang ditulis. Pengenalan dengan segala bentuk tulisan, tanda-tanda, rambu-rambu lalulintas, iklan dikotak makanan, bungkus rokok, bungkus jamu, nama-nama nabi, nama diri, nama orang terkenal nama benda didapur dan lain sebagainya, membantu seseorang untuk mencari keterkaitan antara berbicara, menulis dan membaca.
Untuk menjamin agar pengetahuan/informasi/materi bacaan dapat segera dipahami oleh peserta didik, maka prinsip-prinsip materi yang harus memperhatikan :
1. Materi bacaan hendaknya dipusatkan pada masalah nyata dan mendesak bagi peserta didik dan masyarakatnya.
2. Materi bacaan hendaknya menunjukkan masalah atau menguraikan keadaan masalah potensial dan memberikan informasi teknis terkait dengan masalah diatas.
3. Materi bacaan hendaknya disajikan dalam suasana yang memungkinkan terjadinya proses diskusi lebih lanjut dan berbagi pengalaman antar peserta didik dan tutor.
4. Materi bacaan menggunakan kata sederhana, konkrit dan mudah dipahami oleh peserta didik.
5. Materi bacaan dimulai dari struktur yang paling sederhana (kata, kalimat) menuju ke hal-hal yang sulit.
6. Meteri bacaan hendaknya menggunakan kalimat yang tidak terlalu panjang (3-5 kata), dan bila memungkinkan gunakan kata-kata dasar terlebih dahulu sebelum beranjak ke kata-kata yang komleks dan memiliki makna ganda.
Prinsip-prinsip dan langkah-langkah dalam membelajarkan peserta didik membaca yaitu:
1. Cari materi/informasi praktis atau sederhana yang sesuai dengan minat, kebutuhan dan masalah yang dihadapi peserta didik (bersifat fungsional)
2. Tutor menyalin informasi di atas ke dalam papan tulis.
3. Meminta peserta didik untuk menyalin informasi tersebut ke buku catatan masing-masing.
4. Tutor membaca bahan bacaan tersebut dan peserta didik menirukan secara bersama-sama dengan melihat ke papan tulis.
5. Meminta peserta didik yang sudah sedikit mampu membaca untuk kedepan dan memabaca bahan bacaan tersebut, sementar yang lainnya mengikuti.
6. Latih peserta didik berulang-ulang.
7. Meminta peserta didik memabaca secara bersamaan dengan melihat hasil tulisan masing-masing.
8. Latih peserta didik membaca tulisan masing-masing secara bergantian/acak.
9. Jangan terlalui khawatir bila tidak dapat membaca dengan sempurna.
10. Bantulah peserta didik agar percaya diri dan meras senang bahwa peserta didik dapat membaca, dan beri semangat peserta didik agar membantu yang lainnya.
2. Pembelajaran MENULIS
a. Menggunakan bahan-bahan peristiwa atau kejadian dan permasalahan yang berasal dari masyarakat setempat.
b. Mengemukakan masalah yang dihadapi peserta didik melalui berbagai pilihan gambar yang ditampilkan, selanjutnya meminta peserta didik mencari pemecahannya.
c. Memberi kesempatan seluas mungkin kepada peserta didik untuk berfikir sendiri.
d. Jangan terlalu khawatir bila peserta didik tidak dapat menulis dengan sempurna.
e. Membantu peserta didik agar percaya diri dan merasa senang bahwa mereka dapat menulis.
f. Memberikan semangat kepada peserta didik agar membantu yang lainnya.
g. Menggunakan Bahasa Indonesia dan bahasa lokal yang dikuasai peserta didik.
Sesungguhnya menulis tidak hanya proses membentuk huruf atau membuat kelimat tetapi merupakan hasil daya/karya cipta seseorang. Tulisan adalah serangkaian lambang bunyi yang mengungkapkan pokok pikiran si penulis, oleh karena itu rangkaian lambang bunyi harus bermakna, mengandung arti sehingga pokok pikiran (ide) yang tersurat dan tersirat dapat dipahami oleh pembaca.
Langkah-langkah kegiatan menulis untuk PESERTA DIDIK PEMULA meliputi 4 (empat) tahap yaitu :
1) Menulis di udara
Mengingat peserta didik pemula jarang memiliki kesempatan memegang alat-alat tulis, maka mereka perlu dibelajarkan bagaimana menggunakan alat-alat tulis. Tutor meminta peserta didik untuk menulis diudara, untuk melemaskan dan lebih memperkenal-kan fungsi alat-alat tulis sebagai media menuangkan ide/gagasan.
2) Menulis tentang apa saja
Setelah peserta didik terbiasa mengenal alat-alat tulis dan fungsinya, tutor meminta peserta didik menulis tentang apa saja yang menjadi kesukaannya, mereka dapat menulis garis, lingkaran, menggambar, coret-coret atau apa saja. Hal ini bertujuan untuk merangsang peserta didik, bahwa apa yang dipikirkan hanya dapat dikomini-kasikan melalui lambang-lambang tertentu (garis, lingkaran, huruf dan sebagainya).
3) Menulis konkret
Peserta didik diminta menulis kata-kata nyata dengan cara menyalin/meniru atau menjiplak tulisan orang lain, seperti menulis nama diri, anggota keluarga, meniru gambar nyata seperti gelas, piring, pisau dan lain-lain.
4) Menulis kata/kalimat/pesan pendek
Inti menulis adalah mengkomunikasikan ide/gagasan kepada orang lain, oleh karena itu peserta didik diminta dan dilatih untuk menulis kata-kata/kalimat/pesan pendek yang bisa dimengerti orang lain.
Sedangkan langkah-langkah mengelola pembelajaran menulis pada kelompok belajar yang memiliki kemampuan yang beragam, adalah :
1) Merangsang Ide
Tulisan peserta didik biasanya dihasilkan dari ide dan pikiran sendiri. Mereka biasanya tidak menyalin kata-kata atau kalimat dari buku/papan tulis. Proses menulis dimulai dari diskusi atau ngobrol mengenai minat, pengalaman dan pengetahuan peserta didik. Setelah diskusi peserta didik menulis beberapa kata/kalimat untuk menyimpulkan ide. Untuk merangsang ide peserta didik, tutor menggunakan kata-kata kunci seputar aktifitas sehari-hari sebagai topik menulis.
2) Peserta didik saling membantu
Dalam mengelola pembelajaran menulis tutor meminta peserta didik untuk duduk secara bersama-sama dalam kelompok kecil atau berpasangan. Dengan cara ini peserta didik dapat bekerjasama dan saling membantu satu sama lain. Pada saat menulis masing-masing peserta didik dapat bekerja sesuai dengan tingkat keterampilan yang dimilikinya. Peserta didik yang sudah biasa menulis dapat langsung menulis sendiri dan membantu peserta didik lain untuk menulis daftar kata, kalimat arau paragraph tentang suatu topik yang dikehendaki.
3) Melibatkan peserta didik pemula
Peserta didik yang masih buta aksara dapat memulai dengan membuat gambar karena proses membuat gambar adalah merupakan suatu strategi pra menulis yang membantu peserta didik terbiasa menggunakan pensil dan kertas dengan cara membuat symbol, garis atau lingkaran. Kegiatan ini dapat mewakili informasi yang telah dimiliki setiap peserta didik. Peserta didik pemula juga dapat mengucapkan kalimat kepada tutor, kemudian tutor menuliskan ucapan tersebut dikertas/papan tulis, kemudian peserta didik menyalin kalimat tersebut dalam buku tulisannya.
4) Membaca hasil
Setelah peserta didik selesai menulis, tutor meminta peserta didik membaca tulisannya sendiri, selanjutnya tutor membagi peserta didik secara berpasangan, peserta didik yang mempunyai tingkat keterampilan lebih tinggi membantu peserta didik pemula, sehingga setiap peserta didik saling membelajarkan.
3. Pembelajaran BERHITUNG
Untuk bisa membelajarkan peserta didik berhitung, perlu mengamati aktifitas berhitung masyarakat. Selain itu perlu mengamati cara belajar keterampilan berhitung yang digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, seperti :
a. Peserta didik telah mengenal nilai nominal uang, jumlah ternak yang dimiliki, jumlah anak dan sebagainya berikut menghitungnya.
b. Peserta didik belum mampu menulis secara benar tentang penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan perbandingan.
c. Membantu membelajarkan berhitung melalui benda, hitungan yang digunakan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
d. Peserta didik sudah mempunyai kemampuan/potensi menghitung yang dapat digunakan sehari-hari
e. Kemampuan berhitung peserta didik lebih baik daripada kemampuan menulisnya.
f. Keterampilan berhitung yang dibutuhkan peserta didik berisi antara lain ukuran standar, meter, liter, gram, kg, dan sebagainya.
g. Menggunakan dan memanfaatkan alat-alat yang berasal dari kehidupan peserta didik
h. Membelajarkan keterampilan berhitung bersama-sama (terinteg-rasi) dengan kegiatan fungsional misalnya alamat, jarak, resep, pertumbuhan anak, dan sebagainya.
i. Menggunakan alat-alat yang dapat diperoleh/dikerjakan sendiri, seperti lidi, batu, telur, daun dan sebagainya.
j. Mengetahui kebutuhan berhitung peserta didik lebih awal sebelum pembelajaran dimulai.
k. Melaksanakan survey matematika sesuai dengan kebutuhan belajar
l. Pembelajaran berhitung selalu dikaitkan dengan kegiatan sehari-hari peserta didik.
Di bawah ini dikemukakan beberapa pertanyaan untuk membantu tutor dalam membelajarkan peserta didik berhitung.
a. Kapan dan dimana orang-orang biasanya melakukan kegiatan berhitung.
b. Amatilah jenis hitungan seperti apa yang digunakan.
c. Berhitung jenis apa yang digunakan orang-orang dalam kegiatan sehari-hari?
d. Berapa batas hitungan yang biasa digunakan masyarakat?
e. Apa alat bantu lokal yang biasa digunakan orang-orang dalam berhitung? Apakah mereka menggunakan garisan/meteran, kalkulator, kerikil, lidi, tali atau jari tangan.
f. Simbol-simbol apa yang biasa digunakan dalam berhitung? Apakah perkalian, pertambahan, pengurangan, pembagian?
g. Permainan apa yang biasa digunakan masyarakat?, apakan dengan menggunakan permainan angka/nomor, dadu, kartu, dan lainnya.
h. Apa dasar penomoran yang digunakan untuk membedakan masing-masing kegiatan perhitungan? Misalnya untuk keuangan dengan menggunakan angka puluhan, tarusan, ribuan dan lain sebagainya, sedang untuk menghitung berat apakah menggunakan ons, kilogam, ton dan seterusnya?
i. Berapa angka pecahan yang biasa dicatat dan paling banyak digunakan secara umum.
j. Format apa yang digunakan untuk angka misalnya untuk menabung, dan menghitung hutang/kredit bank?
k. Berapa harga barang pokok yang penting dari masyarakat local dan berapa beratnya?
l. Jenis keterampilan apa yang dibutuhkan atau yang diiginkan?
m. Apakah masyarakat menggunakan system tradisional atau modern untuk menimbang atau mengukur? Apakah disana menggunakan pengkurang yang sederha?apakah masyarakat juga mengerahui tentang pemasaran?
Bersamaan dengan penyelenggaraan keaksaraan fungsional yang disertai dengan pemberian jenis keterampilan hidup bagi peserta didik. Pada pengembangan model pembelajaran keaksaraan fungsional dengan pendekatan pengalaman berbahasa. Oleh sebab itu pengembangan model akan dilaksanakan dan diimplementasikan ketika peserta didik mengikuti kegiatan pembelajaran yang berfokus pada keterampilan baca, tulis dan hitung dengan pendekatan pengalaman berbahasa dalam kegiatan kewirausahaan.
Baca Selengkapnya...>>
AKSARA KEWIRAUSAHAAN
oleh : GURU nonformal
A. Latar Belakang
Program keaksaraan fungsional adalah implementasi sebuah konsep pembelajaran berbasis masyarakat (community based learning), sebagaimana yang dikatakan Fasli Jalal (2001) bahwa pendidikan sebagai tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat yang dilaksanakan dalam bentuk community based learning, yaitu pembelajaran yang dirancang, diatur, dilaksanakan, dinilai dan dikembangkan oleh masyarakat yang mengarah pada usaha untuk menjawab tantangan yang ada di masyarakat. Program keaksaraan fungsional dapat dijumpai pada pendidikan nonformal. Kehandalan pendidikan nonformal mampu memberikan akses pada masyarakat untuk berperan serta sebagai pelaksana, pengembang, pelembaga dan pemanfaatan program pendidikan nonformal untuk memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan yang terus berubah setiap saat. Metode belajar keaksaraan yang fleksibel dalam hal waktu, tempat, cara dan program belajar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang beragam dan cepat menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi di masyarakat. Warga masyarakat yang kurang dalam hal pendidikan perlu ditangani sehingga terhindar dari buta huruf, maka dari itu pemerintah mencanangkan Program Pemberantasan Buta Huruf yang memberikan dampak positif bagi masyarakat yang belum mengenyam pendidikan sama sekali. Atas dasar itulah lahir suatu gagasan sekaligus komitmen untuk menyelenggarakan program keaksaraan fungsional sebagai wujud dari pendidikan dasar. Penduduk Indonesia sejumlah 15,5 juta jiwa menyandang buta aksara diantaranya Propinsi Nusa Tenggara Timur sebanyak 729.488 orang dengan usia 14 tahun keatas, menyandang buta huruf (BPS, 2008). Program keaksaraan usaha sangat diperlukan untuk menuju Kelurahan Tuntas Buta Aksara sesuai anjuran Gubernur Nusa Tenggara Timur. Klasifikasi peserta didik Keaksaraan Usaha terdiri dari aksarawan baru dan aksarawan lanjutan. Peserta didik yang berasal dari latar belakang ekonomi yaitu berasal dari penduduk miskin dan termajinalkan, sedangkan jika dilihat dari sisi geografi mereka berasal dari daerah terpencil atau masyarakat pinggiran yang tidak berkesempatan memperoleh akses atau pelayanan pendidikan yang memadai. Kebutuhan belajar yang multilevel (beragam kemampuan) tersebut mengakibatkan program Keaksaraan Usaha dikelompokkan dalam tiga tahap keaksaraan yaitu pemberantasan (basic literacy), pembinaan (middle literacy), dan pelestarian (self learning). Konsep kewirausahaan akan dapat mengubah hidup masyarakat untuk menjawab pertanyaan "bagaimana suatu masyarakat yang miskin menyelesaikan masalah pengangguran dan kemiskinan”. “Dan pada saat yang sama dapat membangun masyarakat yang makmur dan sejahtera." Itulah sebabnya dapat dikatakan bahwa kewirausahaan sebagai strategi lompatan katak untuk meninggalkan status miskinnya untuk memasuki dunia baru yang sejahtera. Masalah pengangguran dan kemiskinan dialami oleh setiap bangsa di seluruh dunia. Namun, jawaban atas pertanyaan bagaimana bangsa-bangsa bisa mengatasinya begitu sulit ditemukan. Banyak program sudah disusun dan diterapkan. Miliaran Rupiah sudah diinvestasikan untuk menciptakan proyek-proyek yang bisa menghasilkan buah. Namun, ada satu hal yang pasti akan kita dapati yaitu: pengangguran dan kemiskinan masih bercokol di abad ke-21 ini. Bagi Indonesia yang dianugerahi kekayaan alam yang berlimpah-limpah, situasi yang ditemukan mungkin lebih buruk. Dari sisi sumber daya alam mereka memiliki segalanya bagi kesejahteraan. Akan tetapi kenyataannya, sebagian besar rakyat hidup di bawah garis kemiskinan. Apa yang sebenarnya terjadi? Yang hilang adalah jiwa, penegatahuan dan keterampilan kewirausahaan. Penulis percaya bahwa kemampuan di bidang wirausaha oleh setiap komponen masyarakat dapat menghasilkan sebuah efek domino bagi perubahan ekonomi dan sosial. Kewirausahaan bagaikan sebuah kunci vital untuk membuka setiap potensi ekonomi manusia. Kewirausahaan akan memperkaya dan memperkuat masyarakat agar mampu melewati perjalanan panjang menuju kesejahteraan dan meraih kehidupan yang mampu menciptakan perbedaan bagi kelompok mereka. Pemikiran ini terkesan ambisius, akan tetapi sebenarnya ini tidaklah seambisius seperti yang anda pikirkan. Karena dengan jiwa, pengetahuan dan keterampilan wirausaha yang kuat, akhirnya akan membawa kepada kesejahteraan. Fokus kajian dalam penulisan model ini pada dasaranya adalah masalah yang bersumber pada pengalaman pamong belajar atau melalui pengetahuan yang diperolehnya melalui keputusan ilmiah maupun keputusan lainnya (Moleong, 2001:65). Rumusan masalah atau fokus dalam kajian kualitatif bersifat tentatif, artinya penyempurnaan fokus atau masalah tetap dilakukan sewaktu kajian sudah berada di latar kajian. kajian ini memfokuskan pada :
(1) bagaimanakah penyelenggaraan program model pembelajaran kewirausahaan pada keaksaraan fungsional?
(2) bagaimanakah model pengembangan dan uji coba model kewirausahaan pada keaksaraan usaha?
(3) apakah manfaat yang dirasakan warga belajar setelah mengikuti program kewirausahaan pada keaksaraan usaha?.
Berdasarkan tiga masalah di atas dan hasil pengembangan model keaksaraan pada tahun sebelumnya menunjukkan hasil sebagai berikut bahwa pengembangan model yang telah dihasilkan belum menjawab pertanyaan kewirausahaan pada kelompok keaksaraan fungsional di Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu UPT Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Nusa Tenggara Timur telah melaksanakan pengembangan dan ujicoba model aksara kewirausahaan pada kelompok keaksaraan fungsional. Dari hasil pengembangan tersebut menunjukkan hasil pengembangan aksara kewirausahaan pada kelompok eksperimen (kelompok tanpa perlakuan usaha dan kelompok perlakuan usaha) yang mana kelompok aksara usaha dapat menjawab peningkatan kemampuan calistung dan pendapatan warga belajar melalui kelompok belajar usaha, sehingga model aksara kewirausahaan dapat diterapkan pada kelompok keaksaraan usaha mandiri di Nusa Tenggara Timur.
B. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam kajian model keaksaraan usaha melalui kewirausahaan ini adalah:
1. Menyelenggarakan penyelenggaraan model pembelajaran kewirausahaan pada keaksaraan usaha di wilayah kerja UPT Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Nusa Tenggara Timur.
2. Mendeskripsikan manfaat yang dirasakan warga belajar setelah mengikuti pembelajaran kewirausahaan pada keaksaraan usaha di wilayah kerja UPT Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Provinsi Nusa Tenggara Timur.
C. Manfaat
Kajian tentang penyelenggaraan kewirausahaan pada keaksaraan usaha diharapkan dapat diambil manfaatnya adalah sebagai berikut:
1. Manfaat teoritis hasil kajian ini dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan pendidikan nonformal dan informal di masyarakat.
2. Manfaat praktis kajian adalah diharapkan dapat dijadikan acuan dalam pengambilan kebijakan, terutama dalam mengelola, membina, dan melaksanakan program keaksaraan usaha bagi penyelenggara serta bermanfaat bagi kelompok belajar keaksaraan usaha.
D. Pengertian
1. Aksara Kewirausahaan merupakan kegiatan peningkatan kemampuan beraksaraan melalui pembelajaran keterampilan usaha yang dapat meningkatkan produktivitas perorangan maupun kelompok secara mandiri bagi peserta didik yang telah mengikuti dan/atau mencapai kompetensi baca-tulis-hitung pada tingkat keaksaraan dasar.
2. Standar Kompetensi Tamatan Aksara Kewirausahaan adalah kemampuan kewirausahaan minimal dari keluaran pembelajaran Aksara Kewirausahaan yang mencakup pengetahuan, sikap dan keterampilan baca-tulis-hitung untuk melakukan usaha mandiri.
3. Standar Kompetensi Aksara Kewirausahaan adalah kemampuan kewirausahaan minimal yang yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan untuk melakukan usaha mandiriyang harus dicapai peserta didik setelah mngikuti suatu proses pembelajaran keterampilan usaha mandiri pada satuan pendidikan keaksaraan tertentu.
4. Kompetensi dasar Aksara Kewirausahaan adalah perangkat kemampuan minimal yang meliputi kemampuan memilih jenis usaha, merancang usaha, melaksanakan usaha dan memelihara kelangsungan usaha.
5. Indikator Aksara Kewirausahaan adalah ciri-ciri spesifik yang diperlihatkan oleh peserta didik Aksara Kewirausahaan yang apabila digabungkan ciri-ciri tersebut dapat menunjukkan kompetensi dasar keterampilan usaha mandiri.
Baca Selengkapnya...>>

Feeds

Cari Blog Ini