QUANTUM LEARNING : Meningkatkan Melek Aksaraoleh :Abdul Hamid
A. PendahuluanDisadari sepenuhnya bahwa pendidikan merupakan salah satu bidang yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Pendidikan yang berkualitas dapat mengantarkan Indonesia menjadi bangsa yang modern, maju, makmur, dan sejahtera yang tercermin pada keunggulan dan kemampuan bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Untuk itu, pemerintah harus menempatkan pendidikan sebagai salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan sangat penting karena memberi kontribusi signifikan pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan menjadi landasan yang kuat dalam menghadapi era global yang sarat dengan persaingan antarbangsa yang berlangsung sangat ketat.
Bagi pendidikan formal, pemanfaatan potensi sumber daya alam yang ada di daerah dapat dimasukan ke dalam muatan lokal (mulok). Sedangkan, bagi pendidikan nonformal sekolah-sekolah dapat dijadikan sebagai tempat pelatihan atau pembinaan. Misalnya, untuk daerah yang berbasiskan pertanian, maka diadakan pembinaan atau pendidikan yang berkaitan dengan keterampilan hidup yang berkaitan teknik mengelola tanah yang baik dan menguntungkan. Tidak hanya sebatas proses produksi, dalam school center learning juga diberikan pembinaan peningkatan nilai tambah (added value) serta dibentuknya jaringan pemasaran. Begitu juga dengan daerah yang dekat dengan laut, maka dilakukan pembinaan mulai dari kegiatan penangkapan, peningkatan nilai tambah hingga pemasaran. Tentu saja, semua ini bergantung pada keseriusan pemerintah daerah dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia dengan sumber daya manusia yang ada.
Pemikiran ini sejalan dengan pemikiran Peter Senge dalam Fifth Discipline, yang membuktikan komunitas yang berdaya saing adalah komunitas yang menerapkan prinsip-prinsip pcmbelajaran dalam kehidupannya. Kebutuhan masing-masing sekolah disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kelompok sasaran di sekolah masing-masing. Lebih dari itu, konsep revitalisasi peran sekolah ini dapat menjadi lebih bermanfaat karena dikaitkan dengan tingkat optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pengembangan jejaring (networking) yang dapat meningkatkan produktivitas sekolah, termasuk dalam bidang ekonomi.
Organisasi PBB untuk Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO) memiliki definisi sebagai berikut: Melek aksara adalah kemampuan untuk mengidentifikasi, mengerti, menerjemahkan, membuat, mengkomunikasikan dan mengolah isi dari rangkaian teks yang terdapat pada bahan-bahan cetak dan tulisan yang berkaitan dengan berbagai situasi.
Kemampuan baca-tulis dianggap penting karena melibatkan pembelajaran berkelanjutan oleh seseorang sehingga orang tersebut dapat mencapai tujuannya, dimana hal ini berkaitan langsung bagaimana seseorang mendapatkan pengetahuan, menggali potensinya, dan berpartisipasi penuh dalam masyarakat yang lebih luas.
Banyak analis kebijakan menganggap angka melek aksara adalah tolak ukur penting dalam mempertimbangkan kemampuan sumber daya manusia di suatu daerah. Hal ini didasarkan pada pemikiran yang berdalih bahwa melatih orang yang mampu baca-tulis jauh lebih murah daripada melatih orang yang buta aksara, dan umumnya orang-orang yang mampu baca-tulis memiliki status sosial ekonomi, kesehatan, dan prospek meraih peluang kerja yang lebih baik. Argumentasi para analis kebijakan ini juga menganggap kemampuan baca-tulis juga berarti peningkatan peluang kerja dan akses yang lebih luas pada pendidikan yang lebih tinggi.
Proses belajar-mengajar konvensional yang terjadi sekarang ini mengharuskan peserta didik untuk mendengarkan, mencatat dan menghafal begitu banyak materi pelajaran yang diberikan oleh guru, tanpa dibekali pelajaran yang dapat membangun rasa percaya diri, merasa berhasil dalam hidup mereka dan bergembira pada waktu yang bersamaan.
Proses belajar yang memperkuat tubuh dam memperkaya jiwa serta mendidik pikiran sehingga peserta didik menjadikan pengalaman belajar ini dapat diterapkan pada kehidupan nyata, bukan sematamata bersifat akademis atau teoritis. Metode Quantum Learning menawarkan suatu metode yang efektif di dalam proses, sehingga metode ini dapat diterapkan sebagai perubahan cara belajar peserta didik. Namun demikian, tidak semua peserta didik mudah menerima suatu perubahan.
B. Keaksaraan FungsionalUpaya pemberantasan buta aksara di dukung oleh Inpres Nomor 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara (GNP-PWB/PBA), Keputusan bersama Mendiknas, Mendagri dan Meneg Pemberdayaan Perempuan tentang percepatan PBA, khususnya kaum perempuan serta adanya penandatanganan MoU antara Mendiknas dengan 26 Gubernur dan Bupati/Walikota mengenai PBA di daerah masing-masing.
Dimana, program keaksaraan fungsional merupakan salah satu bentuk layanan Pendidikan Nonformal (PNF) bagi masyarakat yang belum dan ingin memiliki kemampuan ca-lis-tung, dan setelah mengikuti program ini (hasil belajarnya) mereka memiliki kemampuan "baca-tulis-hitung" dan menggunakannya serta berfungsi bagi kehidupannya. Artinya mereka tidak hanya memiliki kemampuan ca-lis-tung dan keterampilan berusaha atau bermata-pencaharian saja, tetapi juga dapat survive dalam dunia kehidupannya.
Perlu diketahui, keaksaraan fungsional hanya dapat didefenisikan secara utuh, jika mengacu pada konteks sosial lokal dan kebutuhan khusus dari setiap warga belajar. Sebagai contoh, warga belajar yang hidup di daerah perkotaan, di mana di sekitarnya terdapat berbagai instansi/lembaga pemerintah dan swasta, serta tersedianya berbagai media informasi baik cetak maupun elektronik, tentu diperlukan program keaksaraan fungsional dengan penekanan pada kemampuan fungsional yang lebih tinggi seperti belajar tentang akuntansi, cara menggunakan telepon, sopan santun berlalulintas di jalan raya, serta hal-hal yang berhubungan dengan dunia perbankan dan sebagainya.
Ada lima penyebab tingginya tingkat buta aksara di Indonesia. Kelima penyebab tersebut adalah, tingginya angka putus Sekolah Dasar (SD), beratnya kondisi geografis Indonesia, munculnya penyandang buta aksara baru, pengaruh faktor sosiologis masyarakat, serta kembalinya seseorang menjadi penderita buta aksara.
Masalah buta aksara merupakan masalah yang sudah terjadi sejak ratusan tahun yang lalu. Kebutaaksaraan sangat terkait dengan kemiskinan, keterbelakangan, kebodohan serta ketidakberdayaan suatu masyarakat.
Ini sangat berkaitan dengan sejarah suatu bangsa. Umumnya negara-negara miskin dan korban jajahan oleh negara-negara lain memiliki penduduk dengan tingkat buta aksara yang tinggi. Namun buta aksara tidak hanya ada di negara-negara berkembang dan berpenduduk besar. Di negara-negara yang saat ini tergolong maju pun, masyarakatnya banyak yang tergolong buta aksara. Bedanya, saat ini mereka sudah terbebas, sementara negara-negara bekas jajahan mereka masih menjadi penyandang buta aksara yang besar.
Ukuran ini mengadopsi tiga hal utama yang diyakini paling mempengaruhi perkembangan kehidupan manusia, yaitu umur harapan hidup (life expectancy), tingat melek aksara (literacy), kombinasi tingkat peserta didik yang mendaftar di sekolah dasar, menengah dan tinggi (gross enrollment ratio), serta tingkat kesejahteraan (Produk Domestik Bruto). Ukuran itu dinamakan Human Development Index (HDI).
Melek aksara juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan bahasa dan menggunakannya untuk mengerti sebuah bacaan, mendengarkan perkataan, mengungkapkannya dalam bentuk tulisan, dan berbicara. Dalam perkembangan moderen kata ini lalu diartikan sebagai kemampuan untuk membaca dan menulis pada tingkat yang baik untuk berkomunikasi dengan orang lain, atau dalam taraf bahwa seseorang dapat menyampaikan idenya dalam masyarakat yang mampu baca-tulis, sehingga dapat menjadi bagian dari masyarakat tersebut.
Pemberian konsep "calistung" serentak dengan pengenalan bahasa Indonesia terlalu berat bagi peserta didik yang rata-rata kecerdasannya terbatas. Huruf kapital diberikan secara terpisah dari huruf kecil menyebabkan penghafalan tiga kali/langkah oleh peserta didik.
Beberapa model inovasi untuk mempercepat pemberantasan buta aksara telah diterapkan di masyarakat yang disesuaikan dengan kondisi geografis dan budaya masyarakat setempat. Model pendekatan pemberantasan buta aksara memang kita serahkan kepada masing-masing daerah sebab belum tentu satu model pendekatan yang sukses di sutau daerah misalnya cocok diterapkan di daerah lainnya.
C. Pembelajaran Model Quantum LearningQuantum learning ialah kiat, petunjuk, strategi, dan seluruh proses belajar yang dapat mempertajam pemahaman dan daya ingat, serta membuat belajar sebagai suatu proses yang menyenangkan dan bermanfaat. Beberapa teknik yang dikemukakan merupakan teknik meningkatkan kemampuan diri yang sudah populer dan umum digunakan. Namun, Bobbi DePorter mengembangkan teknik-teknik yang sasaran akhirnya ditujukan untuk membantu para peserta didik menjadi responsif dan bergairah dalam menghadapi tantangan dan perubahan realitas (yang terkait dengan sifat jurnalisme). Quantum learning berakar dari upaya Georgi Lozanov, pendidik berkebangsaan Bulgaria. Ia melakukan eksperimen yang disebutnya suggestology (suggestopedia). Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan setiap detil apa pun memberikan sugesti positif atau negatif. Untuk mendapatkan sugesti positif, beberapa teknik digunakan. Para peserta didik di dalam kelas dibuat menjadi nyaman. Musik dipasang, partisipasi mereka didorong lebih jauh. Poster-poster besar, yang menonjolkan informasi, ditempel. Guru-guru yang terampil dalam seni pengajaran sugestif bermunculan.
Dari proses inilah, quantum learning menciptakan konsep motivasi, langkah-langkah menumbuhkan minat, dan belajar aktif. Membuat simulasi konsep belajar aktif dengan gambaran kegiatan seperti: “belajar apa saja dari setiap situasi, menggunakan apa yang Anda pelajari untuk keuntungan Anda, mengupayakan agar segalanya terlaksana, bersandar pada kehidupan.” Gambaran ini disandingkan dengan konsep belajar pasif yang terdiri dari: “tidak dapat melihat adanya potensi belajar, mengabaikan kesempatan untuk berkembang dari suatu pengalaman belajar, membiarkan segalanya terjadi, menarik diri dari kehidupan.”
Penataan lingkungan belajar ini dibagi dua yaitu: lingkungan mikro dan lingkungan makro. Lingkungan mikro ialah tempat peserta didik melakukan proses belajar (bekerja dan berkreasi). Quantum learning menekankan penataan cahaya, musik, dan desain ruang, karena semua itu dinilai mempengaruhi peserta didik dalam menerima, menyerap, dan mengolah informasi. Ini tampaknya yang menjadi kekuatan orisinalitas quantum learning. Akan tetapi, dalam kaitan pengajaran umumnya di ruang-ruang pendidikan di Indonesia, lebih baik memfokuskan perhatian kepada penataan lingkungan formal dan terstruktur seperti: meja, kursi, tempat khusus, dan tempat belajar yang teratur. Target penataannya ialah menciptakan suasana yang menimbulkan kenyamanan dan rasa santai. Keadaan santai mendorong peserta didik untuk dapat berkonsentrasi dengan sangat baik dan mampu belajar dengan sangat mudah. Keadaan tegang menghambat aliran darah dan proses otak bekerja serta akhirnya konsentrasi peserta didik.
Melalui metode belajar yang mudah dipraktekkan, efektif, dan menyenangkan seseorang dirangsang semangatnya untuk berusaha keras menguasai materi yang ia pelajari. Ia tak ubahnya anak balita yang diberi mainan baru. Tanpa bertanya "ba bi bu", ia langsung terdorong untuk mengutak-atik mainan itu karena ia ingin mengenalnya lebih dekat dan dari segala penjuru. Inilah yang disebut proses belajar menyeluruh atau global learning.
Menurut DePorter dalam pembelajaran Quantum Learning ada 5 ciri spesifik yang berguna untuk meningkatkan otak untuk memahami suatu informasi yang diberikan. Ciri-ciri tersebut adalah:
- Learning To Know yang artinya belajar untuk mengetahui
- Learning To Do yang artinya belajar untuk melakukan
- Learning To Be yang artinya belajar untuk menjadi dirinya sendiri
- Learning To Live Together yang artinya belajar untuk kebersamaan
Dalam buku Quantum Learning yang ditulis oleh Bobbi DePorter dan Mike Hernacki ada 3 (tiga) metode utama dalam pembelajaran Quantum Learning, yaitu :
- Mind Mapping yang artinya peta pikiran.
- Speed Reading yang artinya membaca cepat
- Super Memory System yang artinya menoptimalkan daya ingat
Program ini bertumpu pada asumsi bahwa setiap orang memiliki potensi besar dan dapat berhasil baik di sekolah maupun dalam kehidupannya jika diberi peranti dan keyakinan untuk belajar dan tumbuh-berkembang, bahwa peserta didik yang memiliki harga diri (self-esteem) positif akan belajar sangat cepat dan efektif. DePorter mengembangkan teknik untuk membantu menggempur kendala yang menghalangi seseorang untuk meraih sukses, seperti motivasi yang rendah, harga-diri yang kerdil, serta prestasi yang minim.
D. Belajar Aksara dengan Quantum LearningPemikiran tentang pembelajaran keaksaraan fungsional dengan menggunakan metode Quantum Learning yang membuktikan komunitas yang berdaya saing adalah komunitas yang menerapkan prinsip-prinsip pcmbelajaran dalam kehidupannya. Kebutuhan masing-masing tempat belajar disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing warga belajar di kelompok belajar masing-masing. Lebih dari itu, optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia, peningkatan kualitas sumber daya manusia, dan pengembangan jejaring (networking) yang dapat meningkatkan kemampuan belajar baca-tulis-hitung, termasuk dalam bidang ekonomi.
Dalam belajar aksara dengan model Quantum Learning agar dapat berjalan dengan benar, maka paradigma yang harus dianut oleh peserta didik dan tutor adalah sebagai berikut :
- Setiap orang adalah tutor dan sekaligus peserta didik sehingga bisa saling berfungsi sebagai fasilitator
- Bagi kebanyakan orang belajar akan sangat efektif jika dilakukan dalam suasana yang menyenangkan, lingkungan dan suasana yang tidak terlalu formal, penataan duduk setengah melingkar tanpa meja, penataan sinar atau cahaya yang baik sehingga peserta merasa santai dan relak.
- Setiap peserta didik mempunyai gaya belajar, bekerja dan berpikir yang unik dan berbeda yang merupakan pembawaan alamiah sehingga kita tidak perlu merubahnya dengan demikian perasaan nyaman dan positif akan terbentuk dalam menerima informasi atau materi yang diberikan oleh fasilitator.
- Modul pelajaran tidak harus rumit tapi harus dapat disajikan dalam bentuk sederhana dan lebih banyak ke suatu kasus nyata atau aplikasi langsung.
- Kunci menuju kesuksesan model Quantum Learning adalah latar belakang (background) musik klasik atau instrumental yang telah terbukti memberikan pengaruh positip dalarn proses pembelajaran. Musik klasik dapat meningkatkan kemampuan mengingat, mengurangi stress, meredakan ketegangan, meingkatkan energi dan membesarkan daya ingat.
- Metoda peran dimana peserta berperan lebih aktif dalam membahas materi sesuai dengan pengalamannya melalui pendekatan terbalik yaitu membuat belajar serupa bekerja (pembelajaran orang dewasa)
- Umpan balik yang positif akan mampu memotivasi peserta didik untuk berprestasi namun umpan balik negative akan membuat peserta didik menjadi frustasi.
Dari proses belajar di atas, maka belajar aksara dengan Quantum Learning dapat meningkatkan motivasi, menumbuhkan minat, dan belajar baca, tulis, dan hitung bagi setiap peserta didik.
E. PenutupTutor dalam membelajarkan keaksaraan denga menggunakan model Quantum Learning di haruskan selalu menghargai setiap usaha dan hasil kerja peserta didik serta memberikan stimulus yang mendorong peserta didik untuk bernuat dan berpikir sambil menghasilkan kara dan pikiran kreatif. Ini memungkinkan peserta didik menjadi pembelajar seumur hidup. Suasana belajar peserta didik, tutor dapat mengarahkan kearah ke ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Suasana belajar juga melibatkan mental–fisik–emosi–sosial peserta didik secara aktif supaya memberi peluang peserta didik untuk mengamati dan merekam data hasil pengamatan, menjawab pertanyaan dan mempertanyakan jawaban, menjelaskan sambil memberikan argumentasi, dan sejumlah penalaran.
Pengalaman belajar pada kelompok keaksaraan hendaknya mengguna-kan sebanyak mungkin indera untuk berinteraksi dengan isi pembelajaran (calistung). Terdapat kegiatan membaca, menjelaskan, demonstrasi, praktek, diskusi, kerja kelompok, pengulangan kembali dalam menjelaskan dan cara lain yang bisa ditemukan oleh tutor.
Daftar Pustaka
DePorter, Bobbi and Mike Hernacki, (2001) Quantum Learning, New York: Dell Publishing.
Kusnadi, dkk. (2005). Pendidikan Keaksaraan (Filosofi, Strategi, dan Imple-mentasi). Jakarta : Dirjen PLS Direktorat Pendidikan Masyarakat.
Sudjana, D. (2000). Pendidikan Luar Sekolah, Wawasan, Sejarah Perkem-bangan, Falsafah dan Teori Pendukung Asas. Bandung: Falah Production.
__________
Penulis :
Abdul Hamid,
§ Pamong Belajar Madya pada UPT Pengembangan Pendidikan Nonformal dan Informal§ Ketua Kelompok Kerja Keaksaraan binaan UPTD Pengembangan Kegiatan Belajar Provinsi NTT.
§ Dosen Pendidikan Luar Sekolah pada Universitas Nusa Cendana Kupang.
Baca Selengkapnya...>>