PENDEKATAN KECAKAPAN
HIDUP PADA KEAKSARAAN FUNGSIONAL
oleh :
KETERAMPILAN KEAKSARAAN
Pengetahuan tentang keterampilan keak-saraan merupakan upaya pembelajaran yang diawali dengan pengenalan huruf, angka dan cara penulisannya sampai pada kemampuan warga belajar keaksaraan fungsional dalam membaca, menulis dan berhitung. Keterampilan keaksaraan akan tercapai apabila warga belajarnya telah dapat mengenal huruf, angka, membuat suku kata, merangkai suku kata menjadi sekata hingga dapat membaca, menulis dan berhitung. Pendekatan yang dipilih adalah melakukan pembelajaran keaksaraan yang partisipatif disertai penentuan bahan belajar yang fleksibel, yang secara tematik terpadu dengan aktivitas keseharian warga belajar yang melingkup pada minat dan kebutuhan belajarnya, potensi dan karakteristik lingkungan, serta situasi belajar pada saat itu. Ketuntasan belajar keaksaraan oleh warga belajar terukur dari kemampuan dasar yang meliputi kemampuan membaca, menulis, berhitung, berbahasa Indonesia dan memiliki keterampilan bermatapencaharian atau kecakapan hidup yang bermakna.
Yang dimaksud dengan keterpaduan antara pekerjaan dan keaksaraan adalah suatu kegiatan yang mengajarkan unsur-unsur teknis dengan keaksaraan secara simultan.Dampak kterpaduan antara keduanya ada dua yaitu :
Untuk mengajarkan bahasa baru dapat berupa ekspressi sederhana tapi jelas yang terkait dengan pengertian-pengertian teknis dan istilah istilah pelaksanaan tugas atau pekerjaan. Ini berarti bahwa pekerja hendaknya dilatih tidak saja membaca dan menulis serta berhitung terkait dengangan ketrerampilannya, melainkan juga proses matematik dengan prinsip-prinsip rasionalitas yang mengatur pelaksanaan pekerjaan.Hal ini berarti pula bahwa keterpaduan itu dicapai dengan cara keaksaraanpekerjaan-akulturasi ilmiah. (literacy-vocation-scientific acculturation).
Konsekwensi selanjutnya daripada pendekatan keterpaduan tersebut menuntut pengelola, instruktur dan ketua kelompok belajar pertama kali harus diberi pengertian yang jelas tentang konsep dan proses pelaksanaan yang dilaksanakan oleh anggota kelompok selanjutnya menjelaskan konsep itu dan prosesnya dengan gambar, angka, dan kata yang semuanya diterangkan secara runtut dan logis. Dengan kata lain cara berfikir baru hendaknya dibangun dan pemikiran baru dapat dicapai.
Warga belajar kita adalah para pekerja yang hidup dalam situasi yang berubah atau berkembang. Dia telah memiliki pengetahuan dasar dan praktek yang diperlukan untuk bekerja mencari nafkah. Oleh karena itu hampir semua konsep awal yang akan diajarkan sudah ada dalam dirinya. Dia telah mengetahui arti kata kata dasar yang terkait dengan pekerjaannya, dan tahu juga cara membetuk peralatan, obyek dan pengerjaan tugas sehari harinya. Dia telah menggunakannya dalam pekerjaan secara pragmatis dalam pekererjaan berupa penerapan arithmatika, geometri, matematik, akuntansi, fisika, kimia, dan beberapa prinsip serta aturan-aturannya.
Dengan proses seperti ini pekerja diarahkan untuk mengerti tidak hanya hubungan yang jelas antara konsep abstrak dan fakta konkrit yang dialami sehari hari, tetapi juga struktur intrinsik suatu ucapan yang rasional dan antar hubungan antar berbagai komponen seperti: symbol, angka, huruf dll. Selanjutnya dia akan menerapkan urutan logis, jika menyusun kata-kata yang yang telah dipelajarinya secara tertulis kedalam kalimat. Kalimat-kalimat tersebut sedikit demi sedikit akan membentuk kalimat baru yang akan menjadi bahasa teknis yang lebih jelas yang akan dapat mendorong memperbiki kinerja yang lebih produktif. Dengan cara demikian kata-kata yang semula baginya hanya sebagai alat komunikasi atau menyatakan perasaan, juga menjadi pemikiran dan fungsi kerja. Target seperti ini mengarahkan kita untuk berpikir bahwa pendekatan terpadu hendaknya dianggap sebagai langkah awal daripada proses belajar sepanjang hayat, yang tujuannya tidak hanya untuk memperbaiki skills dan produktifitas pekerja, melainkan juga untuk mengembangkan minat yang terus menerus dalam hal akulturasi ilmiah, pengertian yang lebih baik terhadap profesinya.Yang dimaksud dengan akulturasi ilmiah adalah mejadikan pengertian-pengertian yang diperolehnya menjadi kebiasaan untuk berfikir logis memahami hubungan sebab akibat, memahami hubungan-hubungan antar berbagai kenyataan hidup sebagai ssuatu yang wajar mengikuti hukum-hukum alam. Kebiasaan seperti itu sangat penting agar anggota masyarakat kita tidak terjerat dengan berfikir secara naif dan magis kita harus mengajarkannya berfikir kritis dalam menghadapi kehidupan ini.
Dengan menulis, membaca dan berhitung bagi orang dewasa mempunyai kesempatan mencoba mengekspresikan secara bebas dan mandiri tentang pengalamannya. Umumnya mereka melakukan sesuatu yang sangat penting dan dengan usaha keras untuk dinyatakan secara tertulis. Dengan menulis, membaca dan berhitung mereka juga terbebas dari kebingungan untuk berbicara hal-hal yang popular, dan ini merupakan saksi pertama dari suatu tanggung jawab
Pengalaman tersebut menunjukkan kepada kita beberapa hal sebagai berikut (1) keaksaraan ternyata dapat dipadukan dengan pengajaran kecakapan hbidup atau dipadukan dengan pekerjaan. Kata-kata kunci yang tersebar dalam diskusi, dipelajari secara menyeluruh, secara serasi atau harmonis dikembangkan kedalam kamus kata dan simbul teknis yang dalam waktu singkat menjadi dasar yang berguna untuk memahami pekerjaan untuk perluasan secepatnya keterampilan keaksaraan atau baca tulis. (2) Sejak awal pengetahuan dan pengertian yang berhubungan dengan kecakapan teknis serta petunjuknya dapat diajarkan jauh sebelum kecakapan baca tulis tercapai. (3) Keaksaraan, suatu perintah, kecakapan menggabung huruf dan suku untuk membaca dan menulis, dapat timbul dari pengertian global dari kata kata dan istilah teknis yang ditulis dan merupakan dasar analisis dan sintesis dari kata kata yang terdapat dalam keseluruhan kamus lisan.
*) Pengelola program keaksaraan
PEMBELAJARAN KEAKSARAAN
DENGAN PENDEKATAN BAHASA IBU
Oleh :
Abdul Hamid *)
Tingkat 1, kelas untuk warga belajar pemula yang hanya mampu berbicara (atau sebagian besar) dalam bahasa ibunya.
Tingkat 2, kelas untuk warga belajar yang ingin lancar menulis dan membaca dalam bahasa ibunya dan juga ingin memahami dan mampu berbicara dalam bahasa mayoritas (bahasa nasional/bahasa Indonesia).
Tingkat 3, kelas untuk warga belajar yang sudah siap mentransfer keaksaraan dalam bahasa mayoritas.
Tingkat 4, kelas untuk warga belajar yang dapat melanjutkan pembelajarannya baik dalam bahasa ibu maupun dalam bahasa mayoritas (bilingual).
Dalam proses belajar mengajar tutor menggunakan strategi belajar, membaca, menulis, berhitung, diskusi, dan aksi (calistungdasi). Penggunaannya fleksibel sesuai situasi dan kondisi materi yang disampaikan tutor. Bahkan, terkadang menggunakan alat musik dalam seni suara sebagai raginya. Artinya, semua bahan belajar tersebut sedapat mungkin diambil dari pengembangan tradisi lokal.
Selain itu, warga belajar pun didorong untuk membuat bahan belajar sendiri berdasarkan pengalaman-nya. Banyak dari warga belajar, yang meskipun buta aksara tetapi memiliki pengalaman yang luar biasa dalam keterampilan tra-disional, misalnya: mengambil dan membuat bahan ajar sesuai kebutuhan lokal, pengetahuan dongeng lokal, musik Tetun, dan keterampilan tradisional lainnya.
Kekayaan bahasa dan budaya Tetun ini kemudian dijadikan salah satu sumber belajar bagi warga belajar, tutor, dan penyelenggara yang bermanfaat bagi pengembangan keterampilan yang memadai untuk menggunakan beraneka ragam informasi tertulis dalam kehidupan sehari-hari. Kemampuan yang dimaksudkan dalam konsep ini adalah kemampuan memproses informasi bahan-bahan menjadi suatu hal yang aplikatif dalam kehidupan tradisional mereka.
Hasil kajian penulis menyimpulkan bahwa model pembelajaran keaksaraan melalui bahasa ibu memiliki dampak sertaan terhadap pemertahanan bahasa Tetun. Bahan ajar yang digali dari kekayaan bahasa dan budaya Tetun dalam konteks setempat, memungkinkan terangkatnya nilai-nilai budaya Tetun yang sudah dilupakan atau bahkan tidak dikenal oleh para penuturnya. Penggunaan dongeng lokal (dalam bentuk sasakala), paribahasa, serta tradisi dan musik Tetun dalam proses pembelajaran keaksaraan menjadikan program ini tidak hanya berfungsi sebagai alat pemberantasan buta aksara dan angka, tapi berkontribusi pula pada pemertahanan bahasa dan budaya Tetun.
Model pembelajaran yang meliputi diskusi, membaca, menulis, berhitung yang diberikan oleh para tutor di kelompok belajar seluruhnya menggunakan bahasa pengantar bahasa ibu yakni, bahasa Tetun yang dapat membantu bagi warga belajar untuk menyesuaikan diri saat mengawali pembelajaran, sebab warga belajar yang mengikuti kelas baru biasanya tidak percaya diri karena menilai belajar baca tulis itu sulit dan menakutkan.
Penyelenggaraan kegiatan belajar keaksaraan fungsional tersebut dilaksanakan dengan memerhatikan konteks lokal, yakni pembelajaran berdasarkan minat, kebutuhan, pengalamanan dan permasalahan lokal. Selanjutnya untuk merangsang semangat belajar, pengelola memberikan tambahan keterampilan, seperti kerajinan tangan, kesenian dengan memanfaatkan potensi lokal.
Pemberantas buta aksara menjadi tidak efektif bila awal pembelajaran menggunakan bahasa Indonesia. Penggunaan bahasa ibu bisa menjadi jembatan sebelum warga belajar memahami baca, tulis dan berhitung dalam bahasa Indonesia.
Bahasa daerah dan bahasa Indonesia yang kini telah menjadi bahasa ibu hendaknya ditradisikan secara seimbang dalam lingkungan keluarga. Pembekalan dua bahasa (bilingual) atau lebih (multilingual) terhadap anak sejak dini usia, merupakan langkah strategis untuk membentuk pribadi yang toleran dan santun, di samping menyelamatkan bahasa daerah dari ancaman kepunahan.
Dalam model pembelajaran keaksaraan fungsional dengan pendekatan bahasa ibu perlu dipertimbangkan dan diperhatikan oleh tutor dalam memproses pembelajaran dengan pendekatan bahasa ibu, termasuk dalam memilih dan menggunakan metode pembelajaran Keaksaraan Fungsional.
1. Pembelajaran Membaca
a. Warga belajar telah mengenal dan mampu mengucapkan beberapa kata yang sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan bahasa ibu.
Misalnya (dialihkan dalam bahasa ibu) :
· Nama sendiri, anak-anaknya, anggota keluarga dan lainnya.
· Alamat/tempat tinggal di kelurahan/desa/kampung, kecamatan, kabupaten, dan sebagainya.
· Nama-nama anggota/bagian tubuh dirinya atau nama-nama benda yang ada di sekitarnya.
b. Kemampuan mengucapkan dan menghafal kata-kata, tidak selalu seiring dengan kemampuan membacanya.
c. Kemampuan membaca perlu dikaitkan dengan keterampilan yang dibutuhkan warga belajar, misalnya membaca resep makanan kemudian diikuti dengan membuat makanan.
d. Penggunaan sarana belajar, baik dalam bentuk buku, booklet, poster maupun lainnya harus sesuai dengan tingkat kemampuan membaca warga belajar.
e. Penggunaan media belajar berbentuk booklet, leaflet, koran/ majalah dinding, bulletin dan lain-lain bertujuan memperkuat, mempertahankan dan mengembangkan kemampuan membaca warga belajar.
f. Pembelajaran keterampilan menyusun kalimat perlu menggunakan kata-kata yang sudah dikuasai warga belajar.
g. Pembelajaran membaca dimulai dengan kata-kata yang berstruktur Konsonan-Vokal-Konsonan-Vokal
Contoh:
· Konsonan-Vokal-Konsonan-Vokal
· Terdiri dari maksimal empat (4) huruf atau 2 suku kata.
· Nama benda yang melekat atau dekat dengan pribadi dan kehidupan sehari-hari warga belajar.
h. Pembelajaran membaca mengikuti rangkaian kerja berurutan sebagai berikut:
Strategi pembelajaran membaca menurut Montessori dalam Kusnadi dkk (2005; 177) adalah bahasa yang ditulis. Pengenalan dengan segala bentuk tulisan, tanda-tanda, rambu-rambu lalulintas, iklan dikotak makanan, bungkus rokok, bungkus jamu, nama-nama nabi, nama diri, nama orang terkenal nama benda didapur dan lain sebagainya, membantu seseorang untuk mencari keterkaitan antara berbicara, menulis dan membaca.
Prinsip-prinsip dan langkah-langkah dalam membelajarkan warga belajar membaca yaitu:
2. Pembelajaran Menulis
Sesungguhnya menulis tidak hanya proses membentuk huruf atau membuat kelimat tetapi merupakan hasil daya/ karya cipta seseorang. Tulisan adalah serangkaian lambang bunyi yang mengungkapkan pokok pikiran si penulis, oleh karena itu rangkaian lambang bunyi harus bermakna, mengandung arti sehingga pokok pikiran (ide) yang tersurat dan tersirat dapat dipahami oleh pembaca.
Langkah-langkah kegiatan menulis untuk warga belajar pemula meliputi 4 (empat) tahap yaitu :
1) Tahap pertama: Menulis di udara
Mengingat warga belajar pemula jarang memiliki kesempatan memegang alat-alat tulis, maka mereka perlu dibelajarkan bagaimana menggunakan alat-alat tulis. Tutor meminta warga belajar untuk menulis diudara, untuk melemaskan dan lebih memperkenalkan fungsi alat-alat tulis sebagai media menuangkan ide/gagasan.
2) Tahap kedua: Menulis tentang apa saja
Setelah warga belajar terbiasa mengenal alat-alat tulis dan fungsinya, tutor meminta warga belajar menulis tentang apa saja yang menjadi kesukaannya, mereka dapat menulis garis, lingkaran, menggambar, coret-coret atau apa saja. Hal ini bertujuan untuk merangsang warga belajar, bahwa apa yang dipikirkan hanya dapat dikominikasikan melalui lambing-lambang tertentu (garis, lingkaran, huruf dan sebagainya).
3) Tahap ketiga: Menulis konkret
Warga belajar diminta menulis kata-kata nyata dengan cara menyalin/meniru atau menjiplak tulisan orang lain, seperti menulis nama diri, anggota keluarga, meniru gambar nyata seperti gelas, piring, pisau dan lain-lain.
4) Tahap keempat: Menulis kata/kalimat/pesan pendek
Inti menulis adalah mengkomunikasikan ide/gagasan kepada orang lain, oleh karena itu warga belajar diminta dan dilatih untuk menulis kata-kata/kalimat/pesan pendek yang bisa dimengerti orang lain.
Sedangkan langkah-langkah mengelola pembelajaran menulis pada kelompok belajar yang memiliki kemampuan yang beragam, adalah :
1) Merangsang Ide
Tulisan warga belajar biasanya dihasilkan dari ide dan pikiran sendiri. Mereka biasanya tidak menyalin kata-kata atau kalimat dari buku/papan tulis. Proses menulis dimulai dari diskusi atau ngobrol mengenai minat, pengalaman dan pengetahuan warga belajar. Setelah diskusi warga belajar menulis beberapa kata/kalimat untuk menyimpulkan ide. Untuk merangsang ide warga belajar, tutor menggunakan kata-kata kunci seputar aktifitas sehari-hari sebagai topik menulis.
2) Warga belajar saling membantu
Dalam mengelola pembelajaran menulis tutor meminta warga belajar untuk duduk secara bersama-sama dalam kelompok kecil atau berpasangan. Dengan cara ini warga belajar dapat bekerjasama dan saling membantu satu sama lain. Pada saat menulis masing-masing warga belajar dapat bekerja sesuai dengan tingkat keterampilan yang dimilikinya. Warga belajar yang sudah biasa menulis dapat langsung menulis sendiri dan membantu warga belajar lain untuk menulis daftar kata, kalimat arau paragraph tentang suatu topik yang dikehendaki.
3) Melibatkan warga belajar pemula
Warga belajar yang masih buta aksara dapat memulai dengan membuat gambar karena proses membuat gambar adalah merupakan suatu strategi pra menulis yang membantu warga belajar terbiasa menggunakan pensil dan kertas dengan cara membuat symbol, garis atau lingkaran. Kegiatan ini dapat mewakili informasi yang telah dimiliki setiap warga belajar. Warga belajar pemula juga dapat mengucapkan kalimat kepada tutor, kemudian tutor menuliskan ucapan tersebut dikertas/papan tulis, kemudian warga belajar menyalin kalimat tersebut dalam buku tulisannya.
4) Membaca hasil
Setelah warga belajar selesai menulis, tutor meminta warga belajar membaca tulisannya sendiri, selanjutnya tutor membagi warga belajar secara berpasangan, warga belajar yang mempunyai tingkat keterampilan lebih tinggi membantu warga belajar pemula, sehingga setiap warga belajar saling membelajarkan.
3. Pembelajaran Berhitung
Untuk bisa membelajarkan warga belajar berhitung, perlu mengamati aktifitas berhitung masyarakat. Selain itu perlu mengamati cara belajar keterampilan berhitung yang digunakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, seperti :
Dibawah ini dikemukakan beberapa pertanyaan untuk membantu tutor dalam membelajarkan warga belajar berhitung.
Bersamaan dengan penyelenggaraan keaksaraan fungsional yang disertai dengan pemberian jenis keterampilan hidup bagi warga belajar. Pada pengembangan model dologi pembelajaran keaksaraan fungsional dengan pendekatan bahasa ibu. Oleh sebab itu pengembangan model akan dilaksanakan dan diimplementasikan ketika warga belajar mengikuti kegiatan pembelajaran yang berfokus pada keterampilan baca, tulis dan hitung dengan pendekatan bahasa ibu.